PENERAPAN SYARIAH ISLAM DI INDONESIA :
TANTANGAN DAN AGENDA
Ir. Muhammad Ismail Yusanto, MM
1.Pendahuluan
Aspirasi umat Islam di Indonesia untuk menerapkan syariah
Islam sebenarnya tidak pernah sirna dari waktu ke waktu.
Bahkan selepas era Suharto yang represif, aspirasi umat itu
makin bergelora. Sebagai bukti misalnya, setelah berlaku UU
No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah beberapa bagian
syariah Islam mulai diterapkan di beberapa daerah di
Indonesia. Selain di propinsi Aceh, sebagian elemen syariah
diformalisasikan melalui peraturan daerah di beberapa
propinsi lain, seperti di Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat
(Kabupaten Tasikmalaya dan Cianjur), Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur (Kabupaten Pamekasan).
Selain upaya legislasi formal di atas, aspirasi syariah
Islam juga dapat dilihat pada perkembangan wacana, sikap
individu, dan tindakan konkret. Pada tahun 1999-2001 misalnya
, digelar berbagai seminar tentang syariah Islam dengan topik
beragam, mulai perbankan Islam, hukum pidana Islam, sampai
pemerintahan Islam. Pada akhir Maret 2001, dijatuhkan
hukuman rajam terhadap seorang pemerkosa oleh sebagian
masyarakat Ambon di bawah inisiatif Ustadz Ja’far Umar
Thalib (pimpinan Laskar Jihad). Pada bulan Mei 2001, di
daerah Aceh, pasangan Zulkarnaen dan Upik dari desa Mata Ie,
Blang Pidie, dicambuk 100 kali karena berzina. Ini semua
merefleksikan keinginan sebagian masyarakat Indonesia untuk
menerapkan syariah Islam.
Namun demikian, segera saja berbagai tantangan dan problem
menghadang aspirasi ini. Sekelompok kaum muda sekuler –yang
menamakan diri Jaringan Islam Liberal— malah menyerukan
wacana “deformalisasi syariah Islam.” Menurut mereka,
syariah Islam secara formal tidaklah perlu, karena poin dasar
keberislaman adalah komitmen kepada agama secara substansialistik,
bukan legalistik-formalistik. Indonesia menurut mereka bukan negara
agama, sehingga tidak layak menerapkan syariah Islam secara total.
Berbagai dalih untuk menolak syariah Islam pun banyak bermunculan
di media. Misalnya jika syariah Islam diterapkan akan menzalimi
penganut agama lain, jika syariah Islam diterapkan lalu syariah
yang manakah sebab di sana keberagaman syariah, juga misalnya
syariah Islam rawan intervensi negara.
Sampai di sini, jelas bahwa menerapkan syariah bukan sesuatu yang mudah di Indonesia. Banyak tantangan yang menghadang dan menghambat. Namun tentu saja tantangan ini bukanlah untuk dihindari, melainkan untuk dijawab dan dihadapi. Selain itu, diperlukan pula suatu agenda yang jelas dan terarah mengenai perjuangan menerapkan syariah di Indonesia.
TANTANGAN DAN AGENDA
Ir. Muhammad Ismail Yusanto, MM
1.Pendahuluan
Aspirasi umat Islam di Indonesia untuk menerapkan syariah
Islam sebenarnya tidak pernah sirna dari waktu ke waktu.
Bahkan selepas era Suharto yang represif, aspirasi umat itu
makin bergelora. Sebagai bukti misalnya, setelah berlaku UU
No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah beberapa bagian
syariah Islam mulai diterapkan di beberapa daerah di
Indonesia. Selain di propinsi Aceh, sebagian elemen syariah
diformalisasikan melalui peraturan daerah di beberapa
propinsi lain, seperti di Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat
(Kabupaten Tasikmalaya dan Cianjur), Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur (Kabupaten Pamekasan).
Selain upaya legislasi formal di atas, aspirasi syariah
Islam juga dapat dilihat pada perkembangan wacana, sikap
individu, dan tindakan konkret. Pada tahun 1999-2001 misalnya
, digelar berbagai seminar tentang syariah Islam dengan topik
beragam, mulai perbankan Islam, hukum pidana Islam, sampai
pemerintahan Islam. Pada akhir Maret 2001, dijatuhkan
hukuman rajam terhadap seorang pemerkosa oleh sebagian
masyarakat Ambon di bawah inisiatif Ustadz Ja’far Umar
Thalib (pimpinan Laskar Jihad). Pada bulan Mei 2001, di
daerah Aceh, pasangan Zulkarnaen dan Upik dari desa Mata Ie,
Blang Pidie, dicambuk 100 kali karena berzina. Ini semua
merefleksikan keinginan sebagian masyarakat Indonesia untuk
menerapkan syariah Islam.
Namun demikian, segera saja berbagai tantangan dan problem
menghadang aspirasi ini. Sekelompok kaum muda sekuler –yang
menamakan diri Jaringan Islam Liberal— malah menyerukan
wacana “deformalisasi syariah Islam.” Menurut mereka,
syariah Islam secara formal tidaklah perlu, karena poin dasar
keberislaman adalah komitmen kepada agama secara substansialistik,
bukan legalistik-formalistik. Indonesia menurut mereka bukan negara
agama, sehingga tidak layak menerapkan syariah Islam secara total.
Berbagai dalih untuk menolak syariah Islam pun banyak bermunculan
di media. Misalnya jika syariah Islam diterapkan akan menzalimi
penganut agama lain, jika syariah Islam diterapkan lalu syariah
yang manakah sebab di sana keberagaman syariah, juga misalnya
syariah Islam rawan intervensi negara.
Sampai di sini, jelas bahwa menerapkan syariah bukan sesuatu yang mudah di Indonesia. Banyak tantangan yang menghadang dan menghambat. Namun tentu saja tantangan ini bukanlah untuk dihindari, melainkan untuk dijawab dan dihadapi. Selain itu, diperlukan pula suatu agenda yang jelas dan terarah mengenai perjuangan menerapkan syariah di Indonesia.
artikel selanjutnya bisa dibaca